Tujuan, Ruang Lingkup dan Karakteristik Akuntansi Pemerintahan

1.1 Tujuan Akuntansi Pemerintahan

Tujuan akuntansi pada sektor publik oleh American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1933) dalam buku Akuntansi Sektor Publik yang dialihbahasakan oleh Mardiasmo (2002: 14) menyatakan:

1. Pengendalian Manajemen (Manajemen Control)

Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien, dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi

2. Akuntanbilitas (Accountability)

Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manager untuk melaporkan pelaksanaan tanggungjawab mengelola secara tepat dan efektif. Program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya, dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada public atas hasil oeprasi pemerintah dan penggunaan dana publik.”

Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi, pengendalian manajemen dan akuntabilitas. Akuntanbilitas sektor publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi public. Bagi pemerintah, informasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan strategic, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja.


1.2 Ruang Lingkup dan Karakteristik Akuntansi Pemerintahan

Akuntansi pemerintahan tidak hanya berisi tentang penjelasan mengenai persyaratan yang diberikan pemerintah nasional tetapi diberikan juga oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Menurut Muhammad Gade (2002, 13-14) persyaratan akuntansi pemerintahan yang dibuat oleh PBB berdasarkan Departement of economic and Social Affairs, dari United Nations, New York, yang termasuk di dalam A Manual Government Accounting dengan rincian sebagai berikut:

A. Akuntansi harus dirancang untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang dasar, Undang-Undang dan peraturan lainnya dari Negara.

B. Sistem akuntansi harus dikaitkan dengan klasifikasi anggaran. Fungsi anggaran dan akuntansi merupakan unsur-unsur yang saling melengkapi dari pengurusan keuangan dan harus di integrasikan secara erat.

C. Perkiraan-perkiraan harus diselenggarakan dengan cara yang dapat mengidentifikasikan obyek-obyek dan tujuan-tujuan untuk dana yang diterima itu digunakan serta dapat pula mengindentifikasikan para pejabat yang bertanggungjawab atas penyimpangan dan penggunaan dana-dana dalam pelaksanaan program.

D. Sistem akuntansi harus diselanggarakan dengan cara yang memungkinkan pelaksanaan oleh lembaga pemerintah ekstern, serta dapat menyediakan informasi-informasi yang diperlukan untuk pemeriksaan.

E. System akuntansi harus dikembangkan dengan cara yang memungkinkan dilaksanakan pengawasan secara administrative terhadap dana-dana dan pelaksanaanya, managemen program dan serta penilaian dan pemeriksaan intern.

F. Perkiraan-perkiraan harus dikembangkan agar dapat mengungkapkan hasil-hasil secara ekonomi dan keuangan dari pelaksanaan program-program, termasuk pengukuran pendapatan, indentifikasi biaya dan penetapan hasil operasi (posisi lebih atau kurang) dari pemerintah dengan program dan organisasinya.

G. Sistem akuntansi harus mampu menyediakan informasi keuangan yang mendasar yang diperlukan dalam penyusunan rencana dan program serta menelaah dan penilaian terhadap pelaksanaan secara fisik dan keuangannya.

H. Perkiraan-perkiraan harus diselengrakan dengan cara yang memungkinkan dapat tersedianya data keuangan yang berguna untuk analisa ekonomi dan reklasifikasi transaksi pemerintah, serta membuat dalam penyusunan perkiraan naional.

Sedangkan Indra Bastian (2001:118-119) menjelaskan tentang hubungan akuntansi dan organisasi sektor publik dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Berorientasi Laba (contoh: BUMN), Organisasi yang bertujuan mencari laba.

2. Berorientasi non-laba tipe A (contoh: BUMN, Perum, Perjan dan Pemerintah Lembaga Otonom), Organisasi yang sumber keuangannya diperoleh dari pendapatan penjualan barang dan jasa.

3. Berorientasi non-laba tipe B (Pemerintah dan Organisasi selain no 1 dan 2), Organisasi yang sumber keuangannya diperoleh dari selain penjualan barang dan jasa.

Selanjutnya Indra Bastian (2001:118-119) menjelaskan tentang ketiga hal tersebut sebagai berikut:

“Di tipe 1, organisasi sektor publik akan penuh mengikuti pola pasar. Ini berarti kecenderungan ke perilaku swasta amat tinggi. Di tipe 2 dan 3, organisasi sektor publik biasanya mengikuti pengaturan akuntansi di sektor publik. Di dalam berbagai diskusi tipe 1 disebut grey area antar sektor publik dan sektor swasta.”

Dari penjelasan tersebut di atas akan mempengaruhi baik sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintahan maupun prinsip-prinsip akuntansi yang akan diterapkan oleh suatu negara.

Akuntansi pemerintahan (publik) dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan dengan akuntansi perusahaan (swasta). Hal ini seperti yang dingkan Mardiasmo (2002:8) yang mengemukakan perbedaan sifat dan karakteristik organisasi sektor publik dengan sektor swasta sebagai berikut:

Perbedaan

Sektor Publik

Sektor Swasta

Tujuan Organisasi

Nonprofit motive

Profit motive

Sumber Pendanaan

Pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah, laba BUMN/BUMD, penjualan aset negara dsb.

Pembiayaan internal: Modal sendiri,laba ditahan, penjualan aktiva.

Pembiayaan eksternal: utang bank obligasi, penerbitan saham.

Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban kepada masyarakat (publik) dan parlemen (DPR/DPRD)

Pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan kreditor

Struktur Organisasi

Birokratis, kaku, dan hierarkis

Felksibel: datar, piramid, lintas fungsional, dsb.

Karakteristik Anggaran

Terbuka untuk publik

Tertutup untuk publik

Sistem Akuntansi

Cash Accounting

Accrual accounting

Sumber: Mardiasmo (2002:8)


Dari tabel tersebut Mardiasmo (2002:8-10) menjelaskan sebagai berikut:

1. Setiap organisasi memiliki tujuan yang spesifik dan unik

2. Sektor swasta bertujuan untuk memaksimumkan laba sedangkan sektor publik bertujuan untuk memberikan pelayanan publik.

3. Struktur pembiayaan sektor publik berbeda dengan sektor swasta dalam hal bentuk, jenis, dan tingkat reisiko.

4. Organisasi sektor publik bertanggungjawab kepada masyarakat, organisasi sektor swasta bertanggungjawab kepada pemegang saham atau kreditor.

5. Pertanggungjawaban manajemen merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen.

6. Struktur organisasi pada sektor publik bersifat biroktatis, kaku,dan hierarkis. Struktur organisasi sektor swasta lebih fleksibel.

Kesimpulan dari perbedaan utama akuntansi pemerintahan dan akuntansi perusahaan yaitu terletak pada kegiatan-kegiatan pemerintahan pada umumnya tidak tujukan untuk mencari laba sebagaimana halnya pada kegiatan-kegiatan perusahaan.

Definisi Akuntansi Publik

1.1 Definisi Akuntansi Menurut Para Ahli


Warren dkk (2005:10) menjelaskan bahwa: “secara umum, akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan”.

Littleton (Muhammad, 2002:10) mendefinisikan: “tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (prestasi). Konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi.”

Accounting Principle Board Statement No. 4 (Muhammad, 2002:10) mendefinisikan akuntansi sebagai suatu kegiatan jasa yang berfungsi untuk memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih di antara beberapa alternatif.

Menurut American Accounting Association ( AAA ) Akuntansi itu merupakan :Akuntansi itu merupakan :
Proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut

Sedangkan Definisi akuntansi yang dikemukakan oleh ABP Statement No. 4 dalam Smith Skousen (1995 : 3), akuntansi adalah suatu aktivitas jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat dalam pengambilan keputusan ekonomis dalam menetapkan pilihan-pilihan yang logis diantara berbagai tindakan alternatif. Kemudian Suparwoto L (1990 : 2) mendefinisikan akuntansi sebagai suatu system atau tehnik untuk mengukur dan mengelola transaksi keuangan dan menyajikan hasil pengelolaan tersebut dalam bentuk informasi kepada pihak-pihak intern dan ekstern perusahaan. Pihak ekstern disini terdiri dari investor, kreditur pemerintah, serikat buruh dan lain-lain.

Dari kedua definisi tersebut siatas, maka dapat dibandingkan antara definisi akuntansi yang dikemukakan oleh Suparwoto di satu pihak dengan definisi menurut APB di pihak lain di mana Suparwoto akuntansi lebih merupakan suatu system atau teknik pengukuran dan pengelolaan transaksi, sedangkan APB lebih menekankan pada tujuan hasil akuntansi guna pengambilan keputusan ekonomi.


Menurut AICPA dalam Sofian S. Harahap (1994 : 12), mengatakan akuntansi adalah seni pencatatan, pengelolaan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi yang umumnya bersifat keuangan termasuk penafsiran hasil-hasil.


American Acounting Association (AAA) dalam Soemarso SR. (1996 : 5) mendefinisikan akuntansi sebagai proses pengidentifikasian, pengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian-penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.


Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah suatu sistem atau teknik dari suatu pencatatan, penggolongan dan peringkasan, pelaporan dan menganalisa data keuangan yang dilakukan dengan cara tertentu dan ukuran moneter yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi atau perusahaan.

1.2 Definisi Akuntansi Pemerintahan Menurut Para Ahli

Lembaga pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya memerlukan jasa akuntansi, baik analisis maupun untuk meningkatkan mutu pengawasan, pendidikan, dan pengelolaan keuangan untuk menghasilkan informasi yang akan digunakan. Akuntansi demikian dikenal dengan akuntansi pemerintahan. Untuk dapat memahami pengertian yang lebih jelas mengenai Akuntansi Pemerintahan, di sini penulis mengemukakan beberapa definisi dari para ahli.

Adapun mengenai pengertian Akuntansi Pemerintahan menurut Revrisond Baswir (1998,7) adalah sebagai berikut:

“Akuntansi Pemerintahan (termasuk di dalamnya akuntansi untuk lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba lainnya), adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba”.

Kemudian Indra Bastian (2001):6) menjelaskan tentang pengertian Akuntansi Sektor Publik adalah sebagai berikut:

… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.

Berdasarkan pengertian di atas Akuntansi Pemerintahan adalah akuntansi yang digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan / lembaga yang tidak bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan suatu bagian dari disiplin ilmu akuntansi sebagai yang utuh.

Sejarah Perkembangan Akuntansi Di Indonesia

Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi ddi Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda menganlkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan ole h luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini (Diga dan Yunus 1997).

Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Intrernal auditor yagn pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).

Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soemarso 1995). Akuntan public yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemasro 1995).

Kesempatan bagi akuntan lokal (Indoenesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih diggunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.

Nasionalisasi atas perusahaan yagn dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).

Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti oembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 (Soemarso 1995) telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).

Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok terebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebh berorentasi pada pasar – dengan dukungan praktik akutansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memeperoleh dukungan yang kuta dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1990). Sebelum perbaikan pasar model dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan – satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestic dan asing; dan satu lagi yang menunjukkan hasil negative (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).

Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yagn dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.

Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat barbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/ pelaporan keuangan kedalam Undang-undang Pasar Modal (Rosser 1999).